JAKARTA || KolocokroNews
— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyoroti munculnya praktik fotografer jalanan yang memotret masyarakat tanpa izin dan menjual hasil foto tersebut ke platform berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Selain mencederai nilai budaya, tindakan ini juga berpotensi melanggar hukum perlindungan data pribadi.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Badan Pengembangan SDM Komdigi, Bonifasius Wahyu Pudjianto, dalam diskusi bersama wartawan di Kantor Komdigi, Jakarta, Jumat (31/10).
Bonifasius menegaskan wajah manusia bukan sekadar gambar, tapi bagian dari identitas diri. Karena itu, pemanfaatan wajah seseorang untuk kepentingan komersial, termasuk diserahkan ke aplikasi AI, wajib mengantongi izin yang sah.
“Memotret orang tanpa persetujuan itu jelas tidak etis. Apalagi sampai dijual untuk kepentingan komersial. Itu merusak sopan santun bangsa dan bisa berkonsekuensi hukum di UU Perlindungan Data Pribadi,” tegasnya.
Menurut Bonifasius, Indonesia adalah bangsa yang menempatkan adab dan tatakrama sebagai nilai fundamental. Transformasi digital tidak boleh menghapus nilai tersebut.
“Kita ingin maju dengan teknologi, tapi jangan sampai budaya penghormatan antar manusia hilang. Izin itu bukan hal sepele—itu batas etika dan batas hukum,” ujarnya.
Komdigi mengajak masyarakat untuk lebih waspada ketika berada di ruang publik. Jika ada yang memotret tanpa izin, warga berhak menolak dan meminta penghapusan konten.
“Teknologi harus digunakan dengan cara terhormat. AI hanya alat. Tapi watak manusianya yang menentukan ke mana arah penggunaan teknologi itu,” pungkasnya.
(Red).
