Nyanyian di Antara Asap Belerang”Kisah Para Penambang Ijen yang Tak Pernah Lelah

Rate this post

Malang || kolocokronews
Kabut pagi di Kawah Ijen tak pernah benar-benar jernih. Ia bercampur dengan asap belerang yang menari-nari di udara, tebal dan menggigit. Dari balik kabut itu, siluet-siluet tubuh muncul perlahan — lelaki-lelaki dengan wajah legam, pundak kokoh, dan mata yang tajam menatap jalur terjal di depan mereka. Di punggungnya, bertumpuk bongkahan belerang kuning keemasan, beratnya bisa mencapai puluhan kilogram.

Namun yang paling mengejutkan bukanlah beban yang mereka pikul, melainkan lagu yang mereka bawa.

Ya, di tengah keheningan kawah dan deru napas yang berat, terdengar suara nyanyian lirih. Kadang sendu, kadang riang. Sebuah harmoni sederhana yang menembus tebalnya asap dan lelahnya hidup.

“Kalau nggak nyanyi, nanti hati ikut berat,” ucap seorang penambang paruh baya, sambil menyeka keringat yang bercampur debu belerang. Ia tersenyum — senyum yang mungkin tak sering ia berikan untuk dirinya sendiri.

Setiap langkah adalah perjuangan. Jalan berbatu menanjak, licin oleh embun dan debu belerang. Satu tangan memegang tongkat bambu, satu lagi menyeimbangkan pikulan yang nyaris menggoyang bahu. Tapi suara mereka tak pernah benar-benar padam. Lagu-lagu rakyat, tembang lawas, atau kadang hanya siulan pendek, menjadi teman setia di antara desir angin dingin gunung.

Mereka tahu, hidup di sini tak menawarkan banyak pilihan. Di balik pemandangan yang memukau para wisatawan, ada kenyataan yang jauh lebih keras — paru-paru yang terbakar asap, kaki yang luka oleh batu tajam, dan upah yang tak selalu sepadan dengan tenaga. Tapi, justru di situlah letak keteguhan mereka.

Kawah Ijen adalah panggung, dan para penambang adalah penyanyi yang tak pernah berhenti melantunkan lagu keberanian. Setiap nada yang mereka nyanyikan adalah doa yang melayang ke langit biru, menembus kabut, berharap sampai ke rumah tempat anak dan istri menunggu.

Di antara kepulan asap belerang, manusia-manusia sederhana itu mengajarkan arti ketulusan — bahwa meski hidup keras dan berat, hati bisa tetap lembut. Mereka mungkin menunduk oleh beban di punggung, tapi tak pernah benar-benar kehilangan cahaya di matanya.

Karena selama suara itu masih ada, selama nyanyian masih terdengar di lembah Kawah Ijen, berarti harapan belum padam.
(Ant).