Langkah Santri Menembus Dunia”Singosari Pecahkan Rekor MURI Lewat Jalan Sehat Bertompah

Singosari, Malang || kolocokronews
— Pagi itu, udara di Lapangan Tumapel terasa berbeda. Ratusan pasang terompah kayu terdengar berderap serempak, berpadu dengan tawa riang ribuan santri yang mengenakan sarung, kopiah, dan semangat yang sama: menjaga tradisi dan menorehkan sejarah.

Pada Rabu (22/10/2025), ribuan santri dari berbagai pesantren di Kecamatan Singosari menyatu dalam langkah-langkah kecil namun bermakna besar. Mereka bukan sekadar berjalan, melainkan menapaki jejak budaya yang sudah melekat dalam kehidupan pesantren. Dalam momen itulah, Singosari resmi mencatatkan diri dalam sejarah dunia — 3.000 peserta jalan sehat mengenakan terompah tradisional, rekor yang diakui secara resmi oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Rekor Dunia Pemakaian Terompah Terbanyak.

“Ini bukan hanya rekor angka, tapi rekor semangat,” ujar Triyono, perwakilan MURI yang hadir menyerahkan piagam penghargaan di tengah sorak bahagia peserta. “Kami melihat bagaimana tradisi dijaga dengan gembira, dan itulah yang membuat kegiatan ini istimewa.”

Kembali ke Akar Tradisi

Ketua Panitia HSN 2025, Taufiq Saguanto, menuturkan bahwa ide sederhana memakai terompah ternyata membawa makna mendalam.

“Terompah itu simbol kesederhanaan, keseharian, dan keteguhan santri. Kami ingin anak-anak muda tahu bahwa dari kesederhanaan, lahir keteguhan hati dan identitas diri,” katanya.

Melalui Jalan Sehat Bertompah, panitia ingin mengembalikan kebanggaan terhadap atribut khas santri — sarung, kopiah, dan terompah — yang kini mulai jarang terlihat di ruang publik. Bukan sekadar nostalgia, tapi upaya sadar untuk menguatkan akar budaya di tengah derasnya arus modernisasi.

Kegiatan ini juga menggandeng para pengrajin di Desa Toyomarto, sentra pembuatan terompah kayu. Di sela kegiatan, diadakan lomba melukis dan mewarnai terompah, mengubah benda sederhana itu menjadi karya seni yang indah dan bernilai ekonomi.

Sinergi yang Menggerakkan

Di balik kemeriahan itu, ada sinergi kuat antar elemen masyarakat. Yayasan Al-Maarif Singosari sebagai penyelenggara utama, dibantu penuh oleh Banom Nahdlatul Ulama — mulai dari Muslimat, Fatayat, Ansor, hingga Banser. Mereka bergotong royong, mengubah lapangan sederhana menjadi lautan semangat santri.

Puluhan stan UMKM berdiri di sekitar lapangan, menjajakan makanan khas, minuman tradisional, dan cinderamata lokal. Jalan sehat bukan hanya ajang olahraga, tapi juga panggung kecil bagi ekonomi rakyat.

“Santri itu bukan hanya belajar kitab, tapi juga belajar hidup bersama masyarakat,” ujar Ketua Yayasan Al-Maarif dalam sambutannya. “Hari ini kita buktikan, tradisi bisa menjadi energi perubahan.”

Tawa, Langkah, dan Kebanggaan

Tawa anak-anak bercampur dengan lantunan sholawat yang bergema sepanjang rute. Di setiap langkah, semangat kebersamaan terasa kuat. Dari pelajar hingga tokoh masyarakat, semua berjalan bersama dalam harmoni tradisi dan kebahagiaan.

Saat doorprize utama — sebuah sepeda motor listrik — diumumkan, sorak-sorai peserta makin menggema. Namun bukan hadiah yang membuat mereka bahagia, melainkan rasa bangga bisa menjadi bagian dari sejarah.

“Rasanya luar biasa,” kata seorang santriwati muda sambil tersenyum. “Kami tidak hanya jalan sehat, tapi ikut menjaga warisan yang kami cintai.”

Jejak yang Tak Akan Hilang

Kegiatan ini bukan sekadar perayaan Hari Santri, melainkan cermin dari semangat yang lebih besar: semangat untuk menjaga jati diri santri sebagai penjaga nilai dan budaya bangsa.

Melalui langkah-langkah di atas terompah, Singosari mengirim pesan kepada dunia — bahwa kesederhanaan bisa menjadi sumber kekuatan, dan tradisi bukanlah beban masa lalu, melainkan cahaya yang menerangi masa depan.
(Red) .