SPAM Perumda Tirta Kanjuruhan Berdiri di Lahan Desa ” Tukar Guling Diduga Rugikan Warga

Malang || KolocokroNews
Bangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) milik Perumda Tirta Kanjuruhan yang menjulang di atas lahan Tanah Kas Desa (TKD) Segaran, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, kini tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, fasilitas vital tersebut diduga berdiri tanpa dokumen legalitas yang sah, meski telah beroperasi hampir empat tahun.

Ketika diminta menunjukkan dokumen kepemilikan seperti Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU), pihak Perumda tak mampu memberikan bukti. Klarifikasi pun tak kunjung tuntas, sementara polemik di tingkat desa semakin menguat.

Seorang tokoh masyarakat Desa Segaran yang enggan disebut namanya mengungkapkan bahwa pembangunan SPAM dilakukan tanpa izin dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

“Pembangunan dilakukan di atas TKD tanpa izin Gubernur. Ini bertentangan dengan aturan. Silakan dicek ke pusat, pasti ada prosedurnya,” ujarnya.

Meski kini menyalurkan air bersih ke wilayah Malang Selatan, keberadaan bangunan tersebut menyisakan persoalan hukum yang belum terselesaikan dan menimbulkan kegelisahan warga desa.

Kepala Desa Segaran, Tassan, saat dikonfirmasi pada Kamis (20/6/2025), menyatakan bahwa seluruh proses tukar guling telah diserahkan kepada pihak Perumda. Ia mengklaim, setiap langkahnya dilakukan dengan berkonsultasi bersama Camat.

“Tanah pengganti adalah milik keluarga saya di Dusun Putat. Tapi sudah tiga tahun lebih TKD tidak bisa kami kelola karena statusnya tak jelas. PAD desa pun tak masuk,” katanya.

Menurut Tassan, lahan hasil tukar guling itu kini sepenuhnya telah menjadi milik Perumda. Ia juga meminta media untuk mengonfirmasi lebih lanjut ke Pemerintah Kabupaten Malang. Namun, hingga berita ini diturunkan, pesan konfirmasi yang dikirim ke Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) tak kunjung mendapat balasan dan bahkan otomatis terhapus dalam 24 jam.

Kritik tajam datang dari warga desa yang menilai tukar guling tersebut tidak adil dan merugikan desa. TKD yang merupakan aset penting untuk Pendapatan Asli Desa (PAD), ditukar dengan tanah pribadi yang dinilai jauh lebih rendah nilainya dan tidak produktif.

“Tanah kas desa nilainya bisa sampai Rp 400 juta, tapi ditukar dengan lahan kering berbatu milik kades yang paling banter cuma laku Rp 25 juta. Ini sangat merugikan desa,” ujar salah satu warga dengan nada kecewa.
Mereka menilai tukar guling ini telah menghilangkan potensi pendapatan desa dan menimbulkan polemik .

Tak hanya soal lahan, dugaan praktik korupsi juga kembali mencuat dari tubuh Perumda Tirta Kanjuruhan. Mahmud, seorang mantan rekanan yang pernah menerima Surat Perintah Kerja (SPK), membongkar praktik lama soal “setor fee” proyek yang diduga telah berlangsung sejak kepemimpinan sebelumnya.

“Ada setoran 10 persen dari proyek, baik lewat tender maupun penunjukan langsung. Itu sudah seperti rahasia umum,” katanya.

Ia juga mengungkap kasus lama sekitar tahun 2007–2010, ketika sejumlah pejabat Perumda dipanggil Kejaksaan Tinggi terkait proyek meterisasi di Sumber Pitu. Kala itu, harga pipa disebut sengaja dinaikkan demi keuntungan pribadi.

“Harga asli pipa Rp 55 ribu per meter, dinaikkan jadi Rp 75 ribu. Selisihnya masuk ke oknum,” ungkapnya.

Mirisnya lahan tersebut sekarang sudah dibangun tempat penampungan air milik pihak kedua. Dimana tandon SPAM air yang dibangun pada (9/6/2021) lalu. Anggaran yang ada waktu itu mencapai Rp 103 miliar dan penyertaan modal Pemkab Malang Rp 20 miliar.

”Kami sangat tidak setuju dan kecewa, penghasilan dari lahan milik desa tersebut, seharusnya masuk ke kas desa malah masuk kantong orang lain,” keluhnya.

Dari pihak desa pun membenarkan kalau lahan yang dibangun tandon air itu, lahan milik desa atau TKD. Dulu itu tanah bengkok, tapi sudah ditukar guling dengan milik warga.

Rentetan persoalan ini menguatkan desakan agar Pemerintah Kabupaten Malang segera mengambil langkah tegas. Selain menyangkut keadilan bagi warga, hal ini juga menjadi ujian serius terhadap komitmen transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Publik kini menanti, apakah kasus ini akan diusut tuntas, atau justru kembali lenyap dalam gelombang kepentingan yang tak berpihak pada rakyat.
(Red).