Jakarta || Kolocokronews
Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang tengah dibahas oleh Komisi I DPR RI menuai respons kritis dari kalangan jurnalis dan pelaku industri media digital. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (5/5/2025), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), serta Asosiasi Video Streaming Indonesia (AVISI) menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap sejumlah pasal dalam draf revisi.
Ketua Umum PWI Pusat, Zulmansyah Sekedang, menekankan pentingnya menjaga kemerdekaan pers dalam regulasi baru ini. “Kami tidak menolak pengawasan, tetapi jangan sampai pengawasan bergeser menjadi sensor yang mengekang ruang redaksi dan kebebasan berbicara,” ujar Zulmansyah, didampingi Sekjen Wina Armada Sukardi.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menyatakan bahwa pihaknya ingin merumuskan regulasi yang adaptif terhadap perubahan lanskap media. “Kami menghargai masukan dari seluruh pemangku kepentingan. Tujuan kami bukan membatasi, tapi menyesuaikan dengan era digital,” jelas Dave.
Menurutnya, beberapa hal yang menjadi perhatian utama dalam pembahasan RUU ini mencakup potensi tumpang tindih dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999, batasan terhadap konten digital yang dianggap terlalu ketat, serta potensi kewenangan berlebihan dari lembaga pengawas penyiaran.
PWI, AJI, AVISI Soroti Pasal-Pasal Bermasalah
Dalam pernyataan resminya, PWI menyebutkan tiga pasal yang dinilai rawan disalahgunakan:
Pasal 27, yang memberikan ruang multitafsir dalam pengawasan konten.
Pasal 35, yang mewajibkan penyensoran tanpa definisi jelas tentang konten bermasalah.
Pasal 42, yang mengizinkan pencabutan izin siaran oleh negara secara sepihak.
“Jika pasal-pasal ini tidak diperjelas, maka bisa membuka jalan bagi represi terhadap media,” ujar Zulmansyah.
Senada dengan itu, AJI memperingatkan agar RUU ini tidak menjadi celah kriminalisasi terhadap jurnalis. Mereka menegaskan bahwa penyiaran tidak boleh dijadikan alat untuk membungkam pemberitaan kritis.
Sementara itu, AVISI mendorong agar regulasi baru tidak menjadi beban bagi kreator konten digital yang terus berkembang. “Kita butuh regulasi yang suportif, bukan represif,” ujar perwakilan AVISI.
Komisi I DPR RI memastikan bahwa proses revisi akan terus membuka ruang partisipasi publik. Dave Laksono menyebutkan bahwa DPR akan fokus menjaga keseimbangan antara perlindungan masyarakat dari konten bermasalah dan kebebasan pers serta inovasi digital.
Pertemuan ini dipandang sebagai awal dari pembahasan panjang yang menentukan arah masa depan media di Indonesia. Dalam situasi di mana informasi bergerak cepat dan tak terbatas oleh platform, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana membuat aturan yang tidak ketinggalan zaman, namun tetap menjamin kebebasan berekspresi.
“Kami tidak ingin RUU ini menjadi batu sandungan bagi demokrasi. Kami akan terus berperan aktif dalam proses ini,” tutup Zulmansyah.
(Red).