Mahkamah Konstitusi Hapus Aturan Presidential Threshold Setelah 36 Gugatan

JAKARTA || Kolocokronews
Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan untuk menghapus Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Putusan ini diumumkan dalam sidang pleno pada Kamis (2/1/2024), setelah pasal tersebut digugat sebanyak 36 kali oleh berbagai pihak.

Ketua MK, Suhartoyo, menyatakan bahwa aturan yang mewajibkan partai politik atau gabungan partai politik memiliki minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional untuk mencalonkan presiden bertentangan dengan UUD 1945.

“Pasal tersebut dinyatakan tidak sesuai dengan konstitusi. Oleh karena itu, permohonan para pemohon dikabulkan sepenuhnya,” ujar Suhartoyo dalam pembacaan Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024.

Putusan yang Dinantikan Aktivis

Titi Anggraini, aktivis pemilu sekaligus dosen hukum pemilu di Universitas Indonesia, menyebut putusan ini sebagai langkah besar untuk memperbaiki demokrasi Indonesia. Menurutnya, ambang batas pencalonan presiden selama ini telah menjadi hambatan politik yang tidak adil.

“Ini adalah kemenangan bagi rakyat Indonesia. Sebanyak 36 gugatan menunjukkan bahwa aturan ini memang bermasalah dan perlu dihapus,” ujar Titi di Gedung MK usai sidang.

Ia juga berharap partai politik memanfaatkan kesempatan ini untuk menghadirkan calon presiden terbaik pada Pemilu 2029.

“Partai politik harus serius menangkap peluang ini dan menciptakan iklim kompetisi yang sehat dalam demokrasi,” tambahnya.

Dampak Penghapusan Presidential Threshold

Dengan dihapusnya Pasal 222, kini partai politik tidak lagi dibatasi oleh ambang batas perolehan kursi atau suara dalam mencalonkan presiden. Keputusan ini diharapkan membuka ruang lebih luas bagi tokoh-tokoh potensial untuk maju sebagai calon presiden, serta menciptakan sistem politik yang lebih inklusif dan adil.

Keputusan ini dianggap sebagai tonggak baru dalam perjalanan demokrasi Indonesia, memberi peluang lebih besar bagi rakyat untuk memilih pemimpin tanpa dibatasi oleh syarat administratif yang dinilai diskriminatif.

(Red).