Ketua SMSI Malang Raya “Neo Orde Baru Comeback? Teror Jurnalis dan Bayang-Bayang Kebebasan Pers yang Terancam”

MALANG || KOLOCOKRONEWS
– Bayangan masa lalu seakan kembali menghantui ketika sejumlah jurnalis mengalami intimidasi dalam beberapa waktu terakhir. Jika kebebasan pers selama ini dianggap sebagai pilar utama demokrasi, maka serangkaian ancaman yang menimpa awak media belakangan ini patut menjadi alarm bagi publik. Apakah ‘Neo Orde Baru’ benar-benar sedang bangkit?

Teror terhadap jurnalis bukan lagi sekadar isu, melainkan fakta yang terjadi di lapangan. Salah satu insiden terbaru menimpa jurnalis politik sekaligus host siniar Bocor Alus Politik, Francisca Christy Rosana, yang menerima kiriman kepala babi sebagai bentuk intimidasi. Pesan yang ingin disampaikan melalui aksi tersebut jelas: membungkam suara kritis dan meredam independensi jurnalisme.

Namun, jurnalisme bukanlah profesi yang bisa ditekan begitu saja. Prinsip “good news is a good news” dan “bad news is a bad news” seharusnya tetap dijunjung tinggi tanpa intervensi kepentingan tertentu. Jika kebebasan pers terus dikerdilkan, maka pertanyaan besar yang harus kita ajukan adalah: Quo Vadis Demokritos? Ke mana arah demokrasi kita jika pers tidak lagi bisa bersuara bebas?

Menanggapi situasi ini, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) berencana untuk segera melakukan konsolidasi di tingkat daerah. Ketua SMSI Malang Raya, Do’i, menegaskan bahwa aksi teror terhadap jurnalis adalah ancaman serius yang tidak boleh dibiarkan.

“Kami di SMSI akan segera melakukan konsolidasi, meskipun masih dalam tataran daerah. Setidaknya, kejadian serupa tidak dialami wartawan di daerah. Ini bukan sekadar persoalan individu, tetapi sudah menyangkut profesionalisme dan kebebasan pers yang harus kita jaga bersama,” tegasnya.

Menurut Do’i, jika jurnalis terus diintimidasi, maka masyarakat pun akan kehilangan hak atas informasi yang benar. Karena itu, SMSI Malang Raya mengajak seluruh insan pers untuk bersatu melawan segala bentuk tekanan dan intimidasi yang mengancam independensi jurnalisme.

Apakah ini hanya kebetulan atau memang ada pola sistematis untuk membungkam kebebasan pers? Yang jelas, gelombang ancaman ini tidak boleh dibiarkan begitu saja. Karena jika jurnalis mulai takut berbicara, maka masyarakat pun akan kehilangan haknya untuk mengetahui kebenaran.
(Red).