Malang || Kolocokronews_
Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Malang menebang 147 pohon di sepanjang Jalan Soekarno-Hatta (Soehat) untuk proyek drainase menuai kritik tajam dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur dan WALHI Malang Raya.
WALHI menilai langkah ini justru berpotensi menimbulkan masalah baru, terutama terkait ekosistem dan daerah resapan air. Jenis pohon yang akan ditebang, seperti trembesi dan sono, dikenal memiliki kemampuan menyerap air dengan baik saat hujan deras. Dengan demikian, kehilangan pohon-pohon tersebut dapat memperburuk kondisi lingkungan di kawasan tersebut.
Direktur WALHI Jatim, Wahyu Eka Setyawan, menegaskan pihaknya menolak rencana ini dan akan mengajukan protes langsung kepada Pemkot Malang serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Jika benar ada 147 pohon yang ditebang, kami menolak keras. Ini bukan langkah yang bijak dalam perencanaan tata kota,” ujar Wahyu.
Menurutnya, keputusan ini menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap tata ruang dan pentingnya pohon dalam menjaga keseimbangan ekosistem kota. Pohon tidak hanya berfungsi sebagai penyerap air, tetapi juga memiliki peran krusial dalam mengurangi dampak polusi.
“Kebijakan penanganan banjir seharusnya dilakukan dengan evaluasi tata ruang kota yang lebih komprehensif, bukan dengan menebang pohon,” tambahnya.
Sebagai solusi alternatif, Wahyu mengusulkan penerapan pendekatan berbasis alam seperti naturalisasi sungai, penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH), serta evaluasi izin pembangunan di Kota Malang.
Senada dengan Wahyu, aktivis WALHI Malang Raya yang juga akademisi Universitas Widyagama Malang, Dr. Purnawan D. Negara, menyoroti dampak lain dari penebangan pohon, yakni peningkatan polusi udara. Kota Malang saat ini termasuk dalam kategori kota dengan tingkat polusi tinggi setelah Surabaya, dan keberadaan pohon sangat penting dalam menyerap karbon dioksida (COâ‚‚).
“Satu pohon trembesi mampu menyerap hingga 28.000 kg COâ‚‚ per tahun. Jika ratusan pohon ditebang, bisa dibayangkan dampaknya terhadap kualitas udara di kota ini,” kata Purnawan.
Selain itu, rencana ini juga dinilai bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Pertamanan dan Dekorasi Kota, yang melarang penebangan pohon tanpa izin kepala daerah, kecuali jika pohon tersebut mengganggu ketertiban umum.
“Kalau hanya karena proyek lalu pohon ditebang, ini kebijakan yang patut dipertanyakan. Seharusnya ada solusi lain yang lebih ramah lingkungan,” tegasnya.
Ia juga menilai kebijakan ini sebagai langkah yang kurang bijak dalam 100 hari pertama kepemimpinan Wali Kota Wahyu-Ali Muthirin.
Di sisi lain, Kepala Bidang RTH Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Laode KB Al Fitra, mengonfirmasi bahwa sekitar 147 pohon, termasuk jenis sono, palem, karet kebo, dan trembesi, akan ditebang sebagai bagian dari proyek drainase yang didanai oleh Pemprov Jatim dengan anggaran sebesar Rp32 miliar.
“Ini hasil survei bersama dengan Pemprov Jatim,” ujar Laode.
Meski demikian, banyak pihak yang berharap Pemkot Malang dapat mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang tidak merugikan lingkungan.
(Sbr#indonesia)
(red).