Ditresnarkoba Polda Jatim Digugat, PN Bangkalan Gelar Praperadilan Dugaan Pelanggaran KUHAP

Bangkalan || kolocokronews
– Langkah hukum tegas ditempuh keluarga Dony Adi Saputra, tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang ditangani Ditresnarkoba Polda Jawa Timur. Mereka resmi mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan, lantaran menduga proses penangkapan dan penetapan tersangka yang dijalani Dony sarat pelanggaran hukum.

Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 2/Pid.Pra/2025/PN.Bkl pada 30 September 2025. Melalui kuasa hukum dari SHP & Partners Law Office, pihak keluarga menilai aparat kepolisian telah menyalahi aturan yang jelas tercantum dalam KUHAP, sekaligus melanggar hak dasar tersangka.

“Penangkapan ini cacat hukum. Klien kami ditangkap pada 10 Februari 2025, tapi surat penangkapan baru terbit 8 Juli 2025. Ini bukan sekadar kesalahan administratif, melainkan bentuk pengabaian terhadap prosedur hukum,” tegas Sahid, kuasa hukum Dony, saat dikonfirmasi.

Selain menyoroti penangkapan yang dianggap tidak sah, pemohon juga mempersoalkan penetapan tersangka TPPU yang dikeluarkan pada 7 Juli 2025. Menurut pihaknya, penetapan itu dipaksakan tanpa adanya keterkaitan yang jelas dengan tindak pidana asal (predicate crime) yang seharusnya menjadi pijakan utama.

“TPPU tidak bisa berdiri sendiri. Tanpa tindak pidana pokok, penetapan tersangka menjadi tidak sah. Ini berbahaya karena bisa membuka jalan kriminalisasi terhadap siapa pun,” lanjut Sahid.

Dengan langkah praperadilan ini, keluarga Dony berharap pengadilan dapat menilai apakah tindakan aparat penegak hukum benar-benar sesuai dengan prinsip keadilan, atau justru menunjukkan praktik penyalahgunaan wewenang.

“Praperadilan adalah instrumen konstitusional. Tujuan kami sederhana: memastikan hukum ditegakkan dengan benar, bukan dipakai sebagai alat represi,” tandasnya.

Sidang praperadilan di PN Bangkalan kini menjadi sorotan. Putusan hakim akan menentukan, apakah langkah kepolisian yang dianggap menyimpang itu bisa dikoreksi melalui mekanisme hukum, atau justru mempertegas kekhawatiran publik soal lemahnya perlindungan hak warga negara.
(Red).