Lumajang || kolocokronews
— Pabrik Gula (PG) Djatiroto menutup musim giling 2025 pada Senin, 3 November. Deru roda besi dan suara mesin yang selama berbulan-bulan memenuhi udara, kini terhenti. Cerobong yang biasanya mengepulkan asap pekat kini hanya berdiri tanpa tanda kehidupan.
Bagi warga sekitar, inilah masa yang paling mereka takuti setiap tahun. Berakhirnya musim giling bukan sekadar berhentinya aktivitas pabrik, tetapi juga berhentinya sumber pendapatan ribuan pekerja yang mengandalkan pekerjaan musiman. Buruh angkut tebu, perajang, kernet, sopir tebu hingga pekerja di kebun — semuanya kini kembali menghadapi tanda tanya besar soal penghasilan.
“Setiap tahun sama, habis giling ya berhenti kerja,” kata Sutrisno, buruh angkut tebu yang telah 15 tahun menggantungkan hidup di PG Djatiroto. “Kadang jadi kuli bangunan, kadang bantu panen. Yang penting bisa dapat pemasukan.”
PG Djatiroto merupakan pabrik gula yang sejak lama beroperasi di wilayah selatan Lumajang. Dalam sekali musim giling, ribuan warga terserap bekerja mulai dari bulan Mei hingga Oktober. Namun usai mesin berhenti, sebagian besar kembali ke rumah tanpa status pekerja.
Anton, Sekjen DPC LPHBI Lumajang menegaskan persoalan ini terus berulang. “Setiap akhir giling, sekitar dua ribuan pekerja musiman langsung kehilangan pekerjaan. Sampai hari ini, solusi jangka panjang terukur belum muncul,” ujarnya.
Pihak manajemen PG Djatiroto sendiri mengakui model kerja musiman sulit dihindari. “Semua sangat bergantung musim tanam. Kami sudah usahakan alternatif kegiatan, tapi daya tampung tetap terbatas,” jelas seorang pejabat pabrik yang tak ingin disebut namanya.
Dampaknya kini terlihat di desa sekitar. Warung yang biasanya ramai pekerja, pelan-pelan kembali sepi. Lalu-lalang becak dan mobil pengangkut tak lagi padat. Suasana ekonomi melemah dalam hitungan hari sejak mesin dimatikan.
“Kalau giling berhenti, warung juga turun pendapatan,” tutur Suliha, pemilik warung makan di depan area pabrik.
Bagi para pekerja musiman, berhentinya giling bukan akhir dari cerita, tetapi jeda panjang yang penuh penantian. Mereka hanya bisa berharap tahun depan pabrik kembali berputar — agar asap kembali mengepul, dan kehidupan kembali bergerak.
(Hariyanto/Roni)
