Ilmiah || kolocokronews
Saat berwisata ke pantai, kita selalu menemukan rasa asin yang kuat ketika air laut tak sengaja menyentuh bibir. Tapi pernahkah terlintas di benak kita, dari mana sebenarnya rasa asin itu berasal?
Para ahli menjelaskan, rasa asin air laut adalah hasil perjalanan panjang mineral sejak jutaan tahun lalu. Setiap kali hujan turun di pegunungan atau perbukitan, air hujan mengikis batuan di daratan. Dari proses itu, larut mineral seperti natrium dan klorida — dua unsur utama pembentuk garam.
Mineral ini kemudian terbawa aliran sungai, bermuara ke laut, dan menetap di sana. Dengan kata lain, laut adalah “penampungan raksasa” dari mineral hasil rembesan daratan.
Yang menarik, saat air laut menguap membentuk awan dan kemudian kembali turun sebagai hujan, garamnya tidak ikut terangkat. Yang naik hanyalah molekul air murni. Itulah alasan air hujan terasa tawar, meski berasa pahit ketika ditelan karena mengandung oksigen dan karbon dioksida.
Tak berhenti di situ. Aktivitas bumi dari dasar laut juga turut menyumbang rasa asin. Retakan dan celah di lantai samudra mengeluarkan mineral dari perut bumi, fenomena ini dikenal sebagai hydrothermal vent. Saat mineral itu bertemu air laut, kadar garam kembali bertambah.
Proses itu berlangsung terus menerus, tanpa jeda. Garam dari daratan datang, garam dari bawah laut muncul, sementara yang menguap hanya airnya saja. Hasil akhirnya jelas: air laut makin lama makin asin.
Inilah bukti bahwa setiap elemen di bumi saling terhubung dalam siklus panjang yang tak pernah padam. Dari tetes hujan di gunung hingga ombak yang membasuh pasir pantai — semuanya bagian dari perjalanan garam menuju laut.
Jadi, lain kali ketika Anda bermain air di tepi pantai dan merasakan asin di ujung lidah, ingatlah — rasa itu adalah perjalanan jutaan tahun dari tanah, hujan, sungai, hingga ke samudra luas.
(Red).
